Apabila kalian sedang tour ke Jepang kalian dapat mampir di salah satu toko di daerah Jepang yang menjual baju anti virus. Haruyama Trading, sebuah perusahaan pakaian pria mengklaim bahwa stelan tersebut dapat melindungi pemakai dari virus H1N1. Sebab, pakaian ini dilapisi dengan titanium dioksida, zat kimia yang biasa digunakan dalam pasta gigi dan kosmetik yang juga akan rusak saat bereaksi dengan cahaya. Zat ini diduga dapat membunuh virus melampaui batasnya. Jas ini tersedia dengan empat warna dan gaya, harganya sekitar US$ 590 atau Rp 5,5 juta.
Shinto Hirata, Wakil Direktur Haruyama mengatakan, pakaian itu terbukti membunuh 40 persen virus flu terbaru sekitar tiga jam dan akan mempertahankan kemampuan pelindung pakaian tersebut. Bahkan, setelah dicuci beberapa kali. “Jika seseorang terserang virus flu batuk, hal itu mungkin akan tertular pada pakaian orang lain, dan dari sanalah orang itu juga akan terinfeksi,” ujar Hirata kepada Reuters.
“Anak-anak kecil mungkin bisa ketularan virus setelah menyentuh pakaian ayah mereka. Kami datang dengan ide ini, yakni untuk melindungi semua pengusaha dan keluarga mereka,” imbuh Hirata.
Setelan ini dikembangkan setelah penelitian yang dilakukan bersama beberapa perusahaan, termasuk Haruyama dan Gaea, yang mengkhususkan diri dalam coatings (lapisan kain untuk jas) antibakteri dan penghilang bau. Gaea telah menggunakan metodenya sendiri selama lebih dari 10 tahun untuk melapisi berbagai macam kain. Termasuk masker wajah antiflu, handuk dan pakaian dokter, yang tersedia secara luas.
Meskipun ada lapisan baru untuk perlindungan, pakaian tersebut tampaknya cukup mirip dengan baju yang dikenakan banyak pekerja Jepang dengan kerah putih. “Saya membeli baju ini untuk melindungi bayi saya yang baru lahir di rumah. Istri saya sangat khawatir dengan flu babi,” ujar Eiji Hiratsuka, pengusaha Jepang berusia 32 tahun yang membeli produk tersebut.
Kekhawatiran itu memang beralasan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saat ini lebih dari 340 ribu orang telah terinfeksi virus H1N1 di seluruh dunia. Bahkan, 4.100 orang telah meninggal dunia karenanya.
0 komentar:
Posting Komentar